Wednesday, January 27, 2010

Jangan Ragu Memberi ASI



Produksi ASI sangat dipengaruhi kondisi psikis si ibu. Bila hati ibu tenang, bahagia, maka produksi ASI-nya bakal berlimpah. ASI diproduksi sesuai dengan permintaan. Bila bayi Anda butuh 100 cc maka ASI yang bakal diproduksi pun 100 cc. Jadi, jangan takut ASI-nya tidak mencukupi kebutuhan bayi. Kemungkinan hanya 1 dari 1.000 wanita yang benar-benar tidak dapat menyusui. Oleh karena itu setiap ibu harus yakin dapat menyusui bayinya. Teorinya, ASI itu akan semakin banyak mengalir apabila payudara semakin sering dihisap oleh bayi. Karena itu, kiat sederhana yang perlu diikuti demi berhasilnya ASI eksklusif adalah: Sodorkan payudara setiap kali bayi menangis. Minggu-minggu pertama melahirkan, sebaiknya ibu mengikuti prosedur standar sebagai berikut, untuk menanggapi jika bayi menangis:

1. Sodorkan payudara
2. Jika tidak berhasil menenangkan bayi, periksa popoknya
3. Jika tidak berhasil juga, gendong bayi sambil tepuk tepuk atau tengkurapkan bayi sambil tepuk tepuk
4. Jika tidak berhasil juga, kembali ke langkah 1
Namun, sewaktu waktu, ada saatnya bayi mengalami lonjakan pertumbuhan (growth spurts), selama kira-kira 2-3 hari. Growth spurts itu seringkali terjadi umur 3 minggu, 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan. Saat itu, bayi akan membutuhkan lebih banyak susu dari sebelumnya, sehingga dia akan meminta ASI lebih sering bahkan setiap setengah jam, selama 2-3 hari itu. Tidak apa apa, turuti saja kemauan bayi itu seberapa seringnya pun, karena payudara anda akan beradaptasi dengan membuat ASI lebih banyak lagi. Setelah beberapa hari, jarak antar menyusui akan menjadi lebih jarang kembali. Intinya, kalau nangis, sodorkan payudara!

Selain itu banyak ibu yang merasa ASI sedikit, karena tidak tahu apakah bayinya sudah cukup minum. Berikut adalah cara mengetahui bahwa ASI cukup banyak dan cukup mengenyangkan bayi:
• Kalau bayi melepaskan payudara dengan sendirinya ketika kenyang, berarti dia cukup minum ASI
• Kalau bayi kelihatan kenyang setelah minum ASI, berarti dia cukup minum ASI. (Bayi saya bertampang ‘mabok’ kalau kenyang ASI, dan langsung tidur lagi)
• Kalau bayi cukup banyak berak dan pipis, berarti dia cukup minum ASI.
Jika tanda-tanda sederhana ini diikuti, ibu tidak perlu khawatir lagi.


Read More......

ISPA pada Anak

Penyakit infeksi dan kurang gizi masih termasuk penyebab kematian balita (bayi di bawah lima tahun) di Indonesia. Angka kematian bayi (AKB) saat ini masih dirasa tinggi: 52 per 1.000 kelahiran hidup dalam setahun. Jika dibandingkan 1970 yang mencapai AKB 145, angka 52 itu jelas menurun jauh. Maklum, penurunan itu didapat berkat program imunisasi dari pemerintah kepada balita secara gratis di Puskesmas sejak 1977. Program imunisasi meliputi BCG (antituberkulosis), tetanus, polio, campak, dipteri (antiinfeksi saluran pernapasan), pertusis (antibatuk rejan), dan hepatitis B, serta didukung pemberian gizi cukup, seperti air susu ibu, makanan bervitamin dan buah-buahan. ISPA sendiri sempat dijuluki sebagai pembunuh utama kematian bayi serta balita di Indonesia.

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % - 60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % - 30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.



Read More......

Etiologi ISPA



ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) yang diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI) mempunyai pengertian sebagai berikut:
• Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
• Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
• Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

Adapun etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus.

Read More......

Eklampsia

Pengertian

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan/atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia.

Patofisiologi
Sama dengan pre eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut.

Gejala Klinis

- Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas
- Tanda-tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
- Kejang-kejang dan/atau koma
- Kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ.
Pemeriksaan dan diagnosis
1. Berdasarkan gejala klinis di atas
2. Pemeriksaan laboratorium
- Adanya protein dalam urin
- Fungsi organ hepar, ginjal, dan jantung
- Fungsi hematologi / hemostasis.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan :
1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang.
2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis
3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin.

Pengobatan Medisinal
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram intravenous selama 2 menit minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital / thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan.
Perawatan bersama : konsul bagian saraf, penyakit dalam / jantung, mata, anestesi dan anak.
Perawatan pada serangan kejang : di kamar isolasi yang cukup terang / ICU

Pengobatan Obstetrik
1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2. Bilamana diakhiri, sikap dasar : Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan) hemodinamik dan metabolisme ibu. Stabilisasi ibu dicapai dalam 4-
8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah :
- Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
- Setelah kejang terakhir
- Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi)

Terminasi Kehamilan
1. Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan per
vaginam dipenuhi maka persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.
2. Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif, langsung dilakukan amniotomi
lalu diikuti partograf. Bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar.
3. Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan :
- Penderita belum inpartu
- Fase laten
- Gawat janin
Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan atau
kondisi ibu.


Read More......

Efek Nagatif Obesitas


Siapa yang tidak kenal dengan obesitas. Tidak sedit orang yang bermasalah dengan obesitas, baik di dalam maupun di luar negeri . OBESITAS atau kegemukan didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit, ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan, obesitas sebagai epidemik global. Prevalensinya meningkat tidak saja di negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Obesitas tidak memberikan manfaat apapun selain memberikan efek negative yang banyak. Dampak yang disebabkan obesitas, pertama ,gangguan psikososial, misalnya, rendah diri karena diolok-olok teman akibat berbagai perbedaan dengan sesama. Kedua, pertumbuhan fisik yang lebih cepat. Usia tulang juga menjadi lebih cepat dibanding umur biologiknya. Ketiga, gangguan pernapasan, umpamanya tidur mendengkur, sering mengantuk di siang hari, atau infeksi saluran napas.


Keempat, obesitas berlanjut sampai usia dewasa terutama apabila dimulai pada masa prapubertas. Lima, adanya penyakit degeneratif maupun metabolik, seperti darah tinggi, jantung koroner, kencing manis, dan kelebihan kolesterol maupun lemak protein. Keenam, penyempitan pembuluh darah karena timbunan lemak yang berlebihan. Ketujuh, potensi paling sering terjadi pada anak obesitas adalah infeksi pernapasan atas (ISPA).

Oleh karena banyaknya efek negative yang ditimbulkan oleh obesitas tersebut, amak perlu penanganan khusus. Penanganan obesitas yang bisa dilakukan adalah, pengobatan hanya diberikan kepada anak yang sudah dipastikan memenuhi kriteria obesitas.
Mencegah gemuk pada bayi, tetapi jangan menjalankan diet ketat. Mengurangi masukan kalori atau energi. Jangan menghilangkan seluruh kelebihan berat badan. Dipertahankan saja agar tidak bertambah karena pertumbuhan pada fase anak masih berlangsung. Memodifikasi pola perilaku anak maupun keluarga khususnya pola makan. Menambah pengeluaran atau penggunaan energi dengan mengajak anak untuk aktif bergerak.


Read More......

What Is Diabetes?

Diabetes occurs either because of a lack of insulin or because of the presence of factors that oppose the action of insulin. The result of insufficient action of insulin is an increase in blood glucose concentration (hyperglycaemia). Many other metabolic abnormalities occur, notably an increase in ketone bodies in the blood when there is a severe lack of insulin.

There are the types of diabetes: Type 1 diabetes (previously insulin dependent diabetes) is due to B-cell destruction, usually leading to absolute insulin deficiency). It can be immune mediated or idiopathic. Type 2 diabetes (previously non-insulin dependent diabetes) ranges from those with predominant insulin resistance associated with relative insulin deficiency, to those with a predominantly insulin secretory defect with insulin resistance.

Type 1 and Type 2 diabetes are the commonest forms of primary diabetes mellitus. The division is important both clinically in assessing the need for treatment, and also in understanding the causes of diabetes which are entirely different in the two groups.


• Type 1 diabetes
Type 1 diabetes is due to destruction of B-cells in the pancreatic islets of Langerhans with resulting loss of insulin production. A combination of environmental and genetic factors that trigger an autoimmune attack on the B-cells is responsible, occurring in genetically susceptible individuals.
Thus, among monozygotic identical twins only about one-third of the pairs are concordant for diabetes in contrast to the situation in Type 2 diabetes where almost all pairs are concordant. The process of islet destruction probably begins very early in life and is known to start several years before the clinical onset of diabetes.
• Type 2 diabetes
There are numerous causes of Type 2 diabetes, which is now known to include a wide range of disorders with differing progression and outlook. The underlying mechanism is due either to diminished insulin secretion—that is, an islet defect, associated with increased peripheral resistance to the action of insulin resulting in decreased peripheral glucose uptake, or increased hepatic glucose output.
Probably as many as 98% of Type 2 diabetic patients are “idiopathic”—that is, no specific causative defect has been identified. Whether decreasing insulin secretion or increasing insulin resistance occurs first is still uncertain, but the sequence of events may vary in different individuals. Obesity is the commonest cause of insulin resistance. Some adults (especially those not overweight) over 25 years of age who appear to present with Type 2 diabetes may have latent autoimmune diabetes of adulthood (LADA) and become insulin dependent. Autoantibodies are often present in this group of patients.
Type 2 diabetes is a slowly progressive disease: insulin secretion declines over several decades, resulting in an insidious deterioration of glycaemic control which becomes increasingly difficult to achieve


Read More......